Tanpa IMB, Ini Jejak Pembangunan Ponpes Al Khoziny dari Google Earth

Penampakan dari luar memperlihatkan bagaimana bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo tampak megah dan menjulang.
Namun di balik dinding tinggi itu, tersimpan kisah kelalaian yang kini berakhir tragis.
Gedung yang berdiri tanpa izin resmi itu akhirnya roboh pada Minggu, 29 September 2025, menelan 59 nyawa santri dan melukai puluhan lainnya.
Tragedi ini membuat publik bertanya-tanya: bagaimana mungkin bangunan sebesar itu berdiri dan terus bertambah tinggi selama bertahun-tahun tanpa izin mendirikan bangunan (IMB)?
Jika ditelusuri lewat citra satelit dan rekaman Street View, evolusi bangunan Ponpes Al Khoziny terekam jelas.
Google Earth menjadi saksi bisu bagaimana kompleks tersebut berubah dari sederhana menjadi padat dan berlapis-lapis.
Pada tahun 2015, area pesantren masih terlihat sederhana. Bangunannya dominan tiga lantai, sebagian semi permanen, dengan halaman depan yang terbuka dan rindang oleh pepohonan.
Dua tahun kemudian, pada 2017, tidak tampak perubahan berarti. Namun pada 2019, tanda-tanda ekspansi mulai terlihat.
Tiang pancang baru berdiri di bagian depan, ruang terbuka mulai menyempit, dan cat bangunan tampak tidak seragam, menandakan pembangunan tambal-sulam tanpa rencana matang.
Citra satelit 2021 menunjukkan perubahan signifikan. Bangunan utama sudah dua lantai dan tengah dibangun lantai ketiga.
Kolom beton menjorok ke jalan, sementara dinding terlihat belum selesai difinishing dengan baik.
Setahun kemudian, pada 2022, area depan hampir tertutup seluruhnya oleh bangunan baru.
Material ringan digunakan untuk atap tambahan, dan dari sisi samping, bangunan tampak makin padat dan berdempetan dengan struktur lain.
Memasuki 2023, struktur empat lantai tampak semakin jelas. Hampir tak ada lagi ruang kosong di bagian depan pesantren.
Bahkan bangunan di sebelahnya ikut berganti atap baja ringan, menunjukkan pembangunan yang terus berjalan tanpa jeda.
Lalu pada 2024, aktivitas konstruksi terlihat masif di bagian belakang kompleks, tepat di area yang kemudian menjadi titik runtuhnya gedung.
Google Earth memperlihatkan adanya pengerjaan besar pada pertengahan tahun itu.
Puncaknya terjadi pada Juli 2025, ketika bangunan terlihat sudah tertutup rapat dan bertambah satu lantai lagi. Dua bulan kemudian, tepatnya 29 September 2025, gedung itu ambruk.
Sebanyak 163 santri menjadi korban dalam tragedi tersebut. Dari jumlah itu, 104 orang berhasil selamat, sementara 59 meninggal dunia hingga Senin sore (6/10).
Setelah kejadian, terungkap bahwa pembangunan Ponpes Al Khoziny dilakukan tanpa izin mendirikan bangunan (IMB).
Fakta ini memicu kemarahan publik, sebab proses pembangunan yang terekam selama hampir satu dekade ternyata tak pernah tersentuh pengawasan serius dari otoritas setempat.
Kini, bangunan yang dulu menjulang di tengah padatnya permukiman Sidoarjo hanya menyisakan puing dan duka.
Puluhan keluarga kehilangan anak mereka, dan Indonesia kembali diingatkan akan bahaya abai pada izin dan standar keamanan bangunan.
(ikh/ikh)
TERKAIT